Logo onPers

Danantara Solusi atau Petaka ?

Kamis, 20 Februari 2025

Jakarta – Pasca 100 Hari Kerja pemerintahan Presiden Prabowo banyak sekali gebrakan yang membuat public tercengan, belum reda isu terkait dengan efisiensi anggaran yang mebuat seluruh elemen pemerintahan baik pusat sampai daerah kelimpungan muncul Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara “BPI Danantara” yang akan diluncurkan pada 24 Februri esok.

 

Lahirnya Danantara tampaknya bukan main-main, pasca kemarin public bertanya-tanya adanya efisiensi anggaran untuk apa kini nampaknya public sudah lagi tidak bertanya pasalnya pemerintah sepertinya tidak main-main karena Danantara akan disuntik modal sebesar  Rp327,2 triliun yang bersumber dari APBN hasil dari efisiensi anggaran.

 

Danantara sendiri akan mengelola 9 ribu triliun yang menaungi tujuh BUMN besar, yaitu 7 BUMN raksasa bakal beralih ke Danantara. Mereka adalah PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan MIND ID.

 

Lahirnya Danantara sendiri menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Dari persepsi pemerintah Danantara nantinya akan menjadi super holding yang mengelola asset BUMN agar mampu menciptakan target pertumbuhan ekonomi sesuai target pemerintah sebesar 8 persen. Dari sisi pengamat banyak mewanti-wanti Danantara akan menjadi lahan baru korupsi karena minimnya pengawasan. Maka dari itu, Danantara apakah dapat menjadi solusi perbaikan ekonomi atau sebaliknya menjadi petaka karena sebagai gerbong untuk korupsi alias nyolong uang rakyat mode baru?.

 

Peneliti senior Citra Institute Efriza menilai bahwa ide mendirikan Badan Pengelola Investasi bernama Danantara sangat baik. Menurut Efriza, Danantara bakal menghadirkan kekuatan investasi dengan dana yang diperuntukkan bagi masyarakat. "Hanya saja, ketika pimpinannya terlepas dari katakanlah audit dan penyidikan hukum, maka tingkat kerawanannya akan tinggi dalam pengelolaan dan pengambilan kebijakannya," kata Efriza.

 

Dia menilai Danantara bisa dianggap menghadirkan ketidakadilan bagi lembaga-lembaga investasi lainnya yang telah ada, dengan sifat keistimewaan dari lembaga tersebut. "Pengaturan terkait Danantara juga diperkirakan memperumit hubungan ketatanegaraan, misalnya, ketika untuk melakukan audit terhadap pengelolaan Danantara menyertakan DPR dalam hal perizinannya," ungkap Efriza.

 

Menurut dia, hal ini malah menghadirkan kesan menambah beban kerja DPR. Selain itu, lanjut dia, posisi Danantara akhirnya sulit dilepaskan dari aroma politik, seperti kepentingan politis. Hal ini tentu saja berseberangan dengan niat awal bahwa lembaga Danantara bebas dari aroma dan kepentingan politik. Di era sekarang, semestinya disadari pula soal perilaku korup yang masih tinggi di negera ini.

 

Danantara disebut-sebut mengambil model dari pengelolaan investasi yang diterapkan Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional Berhad milik pemerintah Malaysia. itu diperkuat oleh statmen dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengaku baru saja bertemu perwakilan Temasek. Dia mengklaim pihak itu kagum terhadap pembentukan Danantara. Tadi malam misalnya Temasek datang ke saya bertanya mengenai Danantara. Saya jelaskan mengenai Danantara, mereka juga terkagum-kagum kita bisa mengonsolidiasikan aset negara yang nilainya mungkin bisa beberapa ratus miliar dolar," ujar Luhut.

 

Selain Khazanah yang didirikan tahun 1993, Malaysia sempat memiliki badan investasi milik negara bernama 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang dibentuk pada 2009. Dan Pada tahun 2015, 1MDB yang didirikan Perdana Menteri Najib Razak itu menjadi sumber skandal yang mengguncang Malaysia. Penyalahgunaan kekuasaan, pencucian uang, dan korupsi dilaporkan dilakukan Najib Razak dan kroni-kroninya bersumber dari 1MDB.

 

Melihat kejadian yang pernah ada, Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho mengingatkan potensi risiko yang bisa muncul. Terutama jika melihat pengalaman buruk skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada krisis ekonomi 1998.

 

Meskipun pembentukan Danantara membawa harapan baru bagi pengelolaan aset negara. Namun pengalaman traumatis BLBI menunjukkan bahwa pengawasan ketat harus menjadi prioritas utama. "Dalam kasus BLBI, kita melihat bagaimana dana negara dapat disalahgunakan akibat lemahnya pengawasan dan intervensi politik yang kuat. Jika Danantara tidak dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi, ada risiko skenario serupa terjadi," ujar Hardjuno.

 

Ia juga mengingatkan bahwa pengalaman Malaysia dengan 1MDB menjadi contoh bagaimana kesalahan dalam tata kelola dapat berujung pada skandal keuangan berskala besar. "Kasus 1MDB menjadi pelajaran bahwa jika ada intervensi politik dan kurangnya pengawasan, holding investasi negara justru bisa menjadi beban ekonomi yang berlarut-larut," tambahnya.

 

Presiden Prabowo menjelaskan bahwa tujuan pembentukan Danantara adalah untuk mengoptimalkan pengelolaan aset negara melalui konsolidasi dalam suatu dana investasi nasional. "Danantara adalah konsolidasi semua kekuatan ekonomi kita yang ada di pengelolaan BUMN. Itu nanti akan dikelola dan kita beri nama Danantara," ujar Prabowo.

 

Prabowo juga secara terang-terangan menyebut tambahan suntikan modal awal Danantara adalah berasal dari program efisiensi APBN dalam tiga putaran yang ditargetkan bisa meraup dana Rp 750 triliun atau setara 44 miliar dollar AS. Rencana Prabowo, sebanyak 24 miliar dollar AS akan digunakan untuk menambal pembiayaan Makan Bergizi Gratis (MBG), sisanya 20 miliar dollar AS untuk permodalan awal Danantara. "Jadi, totalnya kita punya Rp 750 triliun. 24 miliar dollar AS terpaksa saya pakai. Untuk apa? Untuk makan bergizi. Rakyat kita, anak-anak kita, tidak boleh kelaparan," ungkap Prabowo.

 

"Sisanya, berarti kita akan punya 20 miliar dollar AS sisa. Dan ini tidak akan kita pakai. Ini akan kita serahkan ke Danantara untuk diinvestasikan," tegasnya lagi.

 

Dasar Hukum

 

Adapun pembentukan Danantara didasarkan pada perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Revisi undang-undang ini disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 4 Februari 2025, yang mengatur tugas serta fungsi Danantara sebagai badan pengelola investasi.

 

Menajab landasan hukum dari Danantara Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Sagara Institute Piter Abdullah Redjalam memberikan pandangannya. Ia menuturkan bahwa nantinya Danantara akan mengacu pada aturan baru yang tertuang dalam Undang-Undang BUMN. "Danantara sudah mengadopsi ketentuan di dalam Undang-Undang BUMN yang baru itu, sehingga dia tidak 'diproses' atau 'diperiksa' oleh BPK, oleh KPK," kata Piter.

 

"Tetapi kalau seandainya terjadi tindak pidana di dalamnya, ya tetap diproses hukum," tambah dia.

Danantara, lanjutnya, akan disupervisi oleh Dewan Pengawas Danantara. Selain itu, DPR juga masih akan berperan untuk mengawasi Danantara. "Hukum masih berperan di Danantara, bukan berarti Danantara itu kebal hukum dan tidak bisa disentuh oleh hukum," kata Piter.