Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Saan Mustop menegaskan pentingnya konsolidasi sumber daya intelektual dalam menghadapi tantangan politik dan demokrasi di Indonesia. Hal itu disampaikan dalam diskusi internal Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang membahas peran akademisi dan aktivis dalam merespons dinamika politik nasional.
Saan yang juga menjabat sebagai Koordinator Presidium itu menilai KAHMI memiliki kekuatan besar yang berasal dari para akademisi, guru besar, serta aktivis yang tidak hanya berorientasi pada kajian teoritis, tetapi juga memiliki keterlibatan langsung dalam realitas sosial dan politik. “Kami ingin memastikan bahwa pemikiran intelektual yang kami miliki tidak hanya menjadi wacana, tetapi mampu mempengaruhi kebijakan dan perubahan sistem yang lebih baik,” ujar Saan dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (23/3/2025).
Dorongan Reformasi Kepemiluan
Salah satu isu utama yang menjadi perhatian KAHMI adalah reformasi sistem kepemiluan di Indonesia. Saan menyoroti dinamika regulasi pemilu yang terus berkembang, mulai dari pemisahan undang-undang pemilu legislatif dan presiden, hingga implikasi penyatuan pemilu dalam satu waktu. “Dulu kita mengenal lima paket undang-undang politik yang kemudian berkembang menjadi 16 regulasi terkait pemilu, pilpres, dan pilkada. Sekarang, muncul berbagai tantangan baru, termasuk wacana presidential threshold 0% dan aturan yang membatasi anggota legislatif mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Ini perlu kita kaji secara akademik dan praktis,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.
Saan juga menyoroti bagaimana sistem pemilu serentak yang diharapkan mampu memperkuat sistem presidensial ternyata tidak selalu menghasilkan partai mayoritas yang stabil. “Kita melihat dalam dua pemilu terakhir, penyatuan pileg dan pilpres tidak serta-merta menciptakan sistem yang lebih efektif. Justru, ada tantangan baru yang muncul dalam relasi antara eksekutif dan legislatif,” tambahnya.
KAHMI sebagai Wadah Pemikiran Strategis
Dalam diskusi tersebut, KAHMI menegaskan komitmennya untuk berkontribusi dalam pembentukan kebijakan publik berbasis kajian akademik. Saan menekankan bahwa KAHMI tidak hanya sekadar organisasi alumni, tetapi juga wadah bagi para intelektual dan aktivis untuk memberikan solusi atas berbagai persoalan bangsa. “Sebagai bagian dari masyarakat sipil yang berdaya, kita harus hadir dengan gagasan-gagasan alternatif yang tidak hanya berbasis pada idealisme, tetapi juga realitas politik dan kebutuhan masyarakat,” tuturnya.
Ke depan, KAHMI akan mengintensifkan kajian terkait sistem kepemiluan dan mendorong konsolidasi pemikiran dari para akademisi dan aktivis. “Kita harus memastikan bahwa dalam lima tahun ke depan, kebijakan politik yang lahir benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat dan tidak hanya menjadi rekayasa politik sesaat,” tutup Saan.
Copyright © onPres. All Rights Reserved