Logo onPers

Pengusaha Daging Resah, Pemerintah Diduga Hambat Izin Impor

Kamis, 14 Agustus 2025

Jakarta - Pengusaha importir daging resah dan mempertanyakan keseriusan aparat pemerintah menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto untuk mempermudah perizinan, bahkan menghapus kuota impor daging sapi. Pasalnya, pemerintah masih memberlakukan kuota impor daging sapi beku tahun 2025.

 

Bahkan, sampai bulan Agustus, pengusaha kesulitan mengimpor sisa kuota 100.000 ton impor daging karena terhambat oleh lambannya proses pengeluaran Laporan Hasil Evaluasi di Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk ditindaklajuti menjadi Surat Persetujuan Impor (SPI) di Kementerian Perdagangan.

 

Keluhan itu disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha dan Pengolahan Daging Indonesia (APPDI), Teguh Boediyana serta wakil Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI), Marina Ratna DK kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/8).

 

Baik Teguh maupun Marina sama-sama mengingatkan pernyataan Presiden Prabowo yang disampaikan dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta, 8 April. Dalam kesempatan itu, Presiden menginstruksikan kepada para pembantunya agar menghilangkan kuota-kuota impor, terutama komoditas yang menyangkut hidup orang banyak, misalnya daging. “Saya sudah kasih perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor. Terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Siapa yang mampu, siapa  ang mau impor, silakan, bebas. Tidak lagi kita tunjuk-tunjuk hanya ini yang boleh, itu tidak boleh,” kata Presiden.

 

Teguh dan Marina secara khusus mengapresiasi keseriusan Presiden Prabowo untuk membenahi masalah perdagangan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Namun, sampai sejauh ini, pengusaha mengaku belum melihat ada aksi nyata dari para pembantu Presiden untuk menjalankan instruksi tersebut. Yang terjadi malah sebaliknya. Kebijakan kuota impor daging sapi yang tersisa 100.000 ton -- dari kebijakan awal 180.000 ton -- sampai kini prosesnya seret, bahkan seperti dihambat. “Kami melihat ada sinyalemen langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk menghambat. Ini sudah masuk semester II dan bulan ke-8 (Agustus). Padahal, impor butuh waktu,” papar Teguh.

 

Dia melihat kelambatan terjadi terutama perolehan LHVRK yang dikeluarkan Bapanas untuk bisa memperoleh SPI di Kementerian Perdagangan. “Selain itu, perusahaan yang telah memperoleh evaluasi dari Bapanas juga mengalami hambatan di Kemendag karena izin belum diterbitkan dan melawati batas waktu yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku,” urai Teguh.

 

Itu sebabnya, baik Teguh maupun Marina sepakat bahwa kondisi ini jelas-jelas berlawanan dengan arahan Presiden Prabowo, yang telah mengintruksikan penghapusan kebijakan kuota untuk komoditas daging serta tidak ada hambatan administratif dalam kegiatan usaha.

 

Teguh mengingatkan, keterlambatan pemberian izin impor daging sapi yang sudah digariskan pemerintah melalui neraca komoditas tidak hanya merugikan pengusaha, tapi juga konsumen. Implikasi lebih jauh, jika industri kuliner yang memiliki kebutuhan besar tidak mendapat bahan baku, seperti hotel, restoran dan katering (horeka), maka nasib pegawai pun terancam PHK.

 

Menurut Marina, lambatnya proses pengurusan izin impor terbukti dari 86 perusahaan yang mengajukan impor, hanya separuhnya yang sudah mendapatkan izin. “Dari 86 pelaku usaha yg mengajukan ijin, baru sekitar 44 setahu kami yang sudah keluar surat persetujuan impornya. Dari anggota asosiasi APPDI dan APPHI, masih ada 26 pelaku usaha yang belum di keluarkan SPI-nya, 17 mandeg di Kementerian Perdagangan dan 9 di Bapanas,” urai Marina.

 

Menurut dia, perusahaan yang mendapat SPI pun tergolong kecil volumenya. “Antara 200 sampai 600 ton,” ungkap mantan Dirut PD Dharma Jaya ini. Sementara separuh importer lainnya -- termasuk perusahaan-perusahaan besar -- sampai kini masih belum jelas.

 

APPDI sendiri sudah sempat mempertanyakan masalah lambannya perolehan LHVRK ke Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, namun Teguh mengaku tidak mendapat jawaban yang memuaskan.

 

Teguh menilai kondisi saat ini sudah sangat meresahkan dan membuat gelisah pengusaha. “Jadi kalau mau dibilang apakah ini kegelisahan, ya memang pengusaha gelisah. Kalau mereka tidak mendapatkan barang untuk diimpor segera, itu karyawan yang banyak mau diapakan? Jadi, menurut saya tidak ada solusi lain kecuali (izin impor) harus direalisasikan,” paparnya.

 

Menurut dia, para pelaku usaha sudah menjalani proses sesuai prosedur yang berlaku. Namun, sampai kini izin impor daging sapi reguler yang diharapkan belum juga dikeluarkan. Padahal, waktu yang tersisa tinggal beberapa bulan. Dia khawatir jika masih ada hambatan- hambatan yang segera tidak dituntaskan pasti akan berdampak negatif terhadap proses importasi daging dan ini akan memberi efek berantai.