Jakarta - Pengusaha importir daging resah dan mempertanyakan keseriusan aparat pemerintah menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto untuk mempermudah perizinan, bahkan menghapus kuota impor daging sapi. Pasalnya, pemerintah masih memberlakukan kuota impor daging sapi beku tahun 2025.
Bahkan, sampai bulan Agustus, pengusaha
kesulitan mengimpor sisa kuota 100.000 ton impor daging karena terhambat oleh
lambannya proses pengeluaran Laporan Hasil Evaluasi di Badan Pangan Nasional (Bapanas)
untuk ditindaklajuti menjadi Surat Persetujuan Impor (SPI) di Kementerian
Perdagangan.
Keluhan itu disampaikan Direktur Eksekutif
Asosiasi Pengusaha dan Pengolahan Daging Indonesia (APPDI), Teguh Boediyana
serta wakil Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI), Marina Ratna
DK kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/8).
Baik Teguh maupun Marina sama-sama
mengingatkan pernyataan Presiden Prabowo yang disampaikan dalam Sarasehan
Ekonomi di Jakarta, 8 April. Dalam kesempatan itu, Presiden menginstruksikan
kepada para pembantunya agar menghilangkan kuota-kuota impor, terutama
komoditas yang menyangkut hidup orang banyak, misalnya daging. “Saya sudah kasih
perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor. Terutama untuk barang-barang yang menyangkut
hajat hidup orang banyak. Siapa yang mampu, siapa ang mau impor, silakan, bebas. Tidak lagi
kita tunjuk-tunjuk hanya ini yang boleh, itu tidak boleh,” kata Presiden.
Teguh dan Marina secara khusus
mengapresiasi keseriusan Presiden Prabowo untuk membenahi masalah perdagangan
yang menguasai hajat hidup orang banyak. Namun, sampai sejauh ini, pengusaha mengaku
belum melihat ada aksi nyata dari para pembantu Presiden untuk menjalankan
instruksi tersebut. Yang terjadi malah sebaliknya. Kebijakan kuota impor daging
sapi yang tersisa 100.000 ton -- dari kebijakan awal 180.000 ton -- sampai kini
prosesnya seret, bahkan seperti dihambat. “Kami melihat ada sinyalemen
langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk menghambat. Ini sudah masuk semester
II dan bulan ke-8 (Agustus). Padahal, impor butuh waktu,” papar Teguh.
Dia melihat kelambatan terjadi terutama
perolehan LHVRK yang dikeluarkan Bapanas untuk bisa memperoleh SPI di
Kementerian Perdagangan. “Selain itu, perusahaan yang telah memperoleh evaluasi
dari Bapanas juga mengalami hambatan di Kemendag karena izin belum diterbitkan
dan melawati batas waktu yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan yang
berlaku,” urai Teguh.
Itu sebabnya, baik Teguh maupun Marina
sepakat bahwa kondisi ini jelas-jelas berlawanan dengan arahan Presiden
Prabowo, yang telah mengintruksikan penghapusan kebijakan kuota untuk komoditas
daging serta tidak ada hambatan administratif dalam kegiatan usaha.
Teguh mengingatkan, keterlambatan
pemberian izin impor daging sapi yang sudah digariskan pemerintah melalui
neraca komoditas tidak hanya merugikan pengusaha, tapi juga konsumen. Implikasi
lebih jauh, jika industri kuliner yang memiliki kebutuhan besar tidak mendapat
bahan baku, seperti hotel, restoran dan katering (horeka), maka nasib pegawai
pun terancam PHK.
Menurut Marina, lambatnya proses
pengurusan izin impor terbukti dari 86 perusahaan yang mengajukan impor, hanya
separuhnya yang sudah mendapatkan izin. “Dari 86 pelaku usaha yg mengajukan
ijin, baru sekitar 44 setahu kami yang sudah keluar surat persetujuan impornya.
Dari anggota asosiasi APPDI dan APPHI, masih ada 26 pelaku usaha yang belum di
keluarkan SPI-nya, 17 mandeg di Kementerian Perdagangan dan 9 di Bapanas,” urai
Marina.
Menurut dia, perusahaan yang mendapat SPI
pun tergolong kecil volumenya. “Antara 200 sampai 600 ton,” ungkap mantan Dirut
PD Dharma Jaya ini. Sementara separuh importer lainnya -- termasuk
perusahaan-perusahaan besar -- sampai kini masih belum jelas.
APPDI sendiri sudah sempat mempertanyakan
masalah lambannya perolehan LHVRK ke Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, namun
Teguh mengaku tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
Teguh menilai kondisi saat ini sudah
sangat meresahkan dan membuat gelisah pengusaha. “Jadi kalau mau dibilang
apakah ini kegelisahan, ya memang pengusaha gelisah. Kalau mereka tidak
mendapatkan barang untuk diimpor segera, itu karyawan yang banyak mau diapakan?
Jadi, menurut saya tidak ada solusi lain kecuali (izin impor) harus
direalisasikan,” paparnya.
Menurut dia, para pelaku usaha sudah
menjalani proses sesuai prosedur yang berlaku. Namun, sampai kini izin impor
daging sapi reguler yang diharapkan belum juga dikeluarkan. Padahal, waktu yang
tersisa tinggal beberapa bulan. Dia khawatir jika masih ada hambatan- hambatan
yang segera tidak dituntaskan pasti akan berdampak negatif terhadap proses importasi
daging dan ini akan memberi efek berantai.
Copyright © onPres. All Rights Reserved