Jakarta - Ketua Umum PC PMII Pamekasan, Homaidi, menyatakan keprihatinannya atas lambannya respon institusional dari internal Bank Jatim maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur selaku pemegang saham mayoritas atas kasus kredit fiktif yang melibatkan Bank Jatim cabang Jakarta senilai Rp569,4 miliar.
Pihaknya menekankan bahwa skandal ini tidak cukup hanya ditangani melalui jalur hukum oleh aparat penegak hukum (APH), tetapi harus disertai dengan langkah serius dalam pembenahan tata kelola perusahaan. Pasalnya, meskipun Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan empat tersangka sejak Februari 2025 lalu, termasuk Kepala Cabang Bank Jatim Jakarta, namun penyelesaian dari sisi internal perusahaan pelat merah tersebut masih jauh dari kata tuntas. "Kami memandang persoalan ini tidak hanya sebagai pelanggaran hukum, tetapi sebagai sinyal kerusakan sistemik dalam manajemen dan pengawasan Bank Jatim. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja," tegas Homaidi seperti pada keterangannya Senin, (21`/04).
Ia mengungkapkan, dokumen dan agunan palsu yang digunakan untuk memuluskan pemberian kredit diduga berasal dari perusahaan-perusahaan boneka, dengan pola kolusi yang melibatkan oknum internal Bank Jatim dan pihak eksternal. "Hal ini disebabkan oleh lemahnya pengendalian internal serta pengawasan yang semestinya menjadi prinsip dalam tata kelola keuangan daerah," ujarnya.
PC PMII Pamekasan secara tegas mendukung langkah Komisi C DPRD Jawa Timur dalam pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut lebih dalam akar permasalahan serta memperbaiki sistem pengawasan di tubuh Bank Jatim. Menurut Homaidi, langkah ini merupakan upaya legal-formil yang patut diapresiasi dan didukung oleh semua pihak, termasuk masyarakat sipil. "Pansus merupakan sebuah instrumen dalam fungsi pengawasan legislatif. Kami mendukung penuh inisiatif pembentukan pansus ini sebagai langkah penyelesaian persoalan agar tidak semakin akut, hal ini sebagai upaya untuk menyentuh akar permasalahan," imbuhnya.
Kendati demikian, Homaidi juga menyoroti sikap pasif Gubernur Jawa Timur, yang hingga kini belum menunjukkan langkah konkret dalam menyikapi kasus ini. Padahal, sebagai pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 51% di Bank Jatim, Gubernur memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk mengawal penyelesaian kasus ini secara menyeluruh. "Sudah dua bulan sejak Kejaksaan menetapkan tersangka, tetapi belum terlihat peran aktif dari Gubernur. Ini sangat disayangkan. Kami mendesak Gubernur untuk tidak tinggal diam atas masalah yang merugikan keuangan daerah dan mencoreng citra BUMD milik Jawa Timur," tegasnya.
Homaidi juga menyampaikan bahwa skandal kredit fiktif ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Bank Jatim. Sebelumnya, kasus serupa telah mencuat di Cabang Kepanjen, Malang, dengan kerugian mencapai Rp170 miliar, serta di Cabang Syariah Sidoarjo senilai lebih dari Rp25 miliar. Bahkan, pada tahun 2013, kasus kredit fiktif di Cabang HR Muhammad Surabaya menyebabkan kerugian sebesar Rp52,3 miliar. "Rangkaian kasus ini menunjukkan adanya pola kegagalan sistemik dalam pengawasan internal Bank Jatim. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak bisa lagi hanya berpangku tangan dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Harus ada bukti konkret akuntabilitas kepada masyarakat Jawa Timur," terangnya.
Karena itu, PMII Pamekasan memandang bahwa momentum ini harus dijadikan pintu masuk bagi reformasi menyeluruh dalam tubuh BUMD, khususnya Bank Jatim. "Keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga masyarakat sipil, sangat diperlukan demi membangun tata kelola keuangan daerah yang bersih, transparan, dan akuntabel," pungkasnya.
Copyright © onPres. All Rights Reserved