Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini menyoroti hasil survei Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang mengungkap lebih dari 50% perusahaan telah melakukan pengurangan tenaga kerja atau PHK akibat tekanan ekonomi. Ia prihatin terhadap fenomena ini.
Yahya pun menilai tren pengurangan tenaga
kerja di Indonesia bukan sekadar masalah hubungan industrial, tetapi gejala
sistemik dari krisis adaptasi ekonomi nasional terhadap tekanan global dan
pelemahan daya beli domestik. “PHK besar-besaran tidak hanya berdampak pada
pekerja dan keluarganya, tapi juga menimbulkan efek domino pada stabilitas
sosial dan ekonomi nasional," kata Yahya Zaini dalam keterangan rilisnya,
Rabu (30/7).
Ia juga memandang bahwa kondisi ini
menuntut respons kebijakan yang terintegrasi dan lintas sektor. Kemudian, kata
Yahya, tentunya kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan usaha serta
perlindungan tenaga kerja. "Kita tidak bisa membiarkan dunia usaha
menanggung beban sendiri tanpa kehadiran negara dalam bentuk intervensi kebijakan
yang konkret,” tuturnya.
Seperti diketahui, Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) melaporkan survei terbarunya yang mengungkap lebih dari 50%
perusahaan sebagai responden risetnya menyatakan telah mengurangi tenaga
kerjanya atau melakukan PHK imbas ketidakpastian ekonomi yang tengah terjadi
saat ini. Kondisi tersebut diperkirakan terus berlangsung ke depannya.
Menyikapi prediksi itu, Yahya mendorong
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk memperkuat program reskilling dan
upskilling tenaga kerja, khususnya sektor-sektor yang mengalami
perampingan. “Harus ada juga skema
perlindungan sosial yang fleksibel dan adaptif terhadap gelombang PHK, terutama
bagi pekerja informal dan kontrak. Tingkatkan pengawasan pelaksanaan PHK agar
tetap dalam koridor hukum dan mengedepankan dialog sosial antara pengusaha dan
pekerja," tegas Legislator dari Dapil Jawa Timur VIII itu.
Yahya pun mengingatkan bahwa keberlanjutan
usaha dan perlindungan tenaga kerja bukanlah dua kutub yang bertentangan. Dalam
situasi krisis, menurutnya, kedua hal tersebut justru harus saling
menopang. "Negara tidak boleh hadir
hanya sebagai penonton, tetapi sebagai pengarah kebijakan yang mampu
menciptakan ekosistem ekonomi yang berkeadilan," tuturnya.
Copyright © onPres. All Rights Reserved