Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memperkirakan jumlah pemudik tahun ini turun hingga 24% dibandingkan tahun lalu. Adapun keputusan masyarakat untuk tidak mudik berkaitan dengan eknomi yang melemah sehingga daya beli masyarakat menurun padahal momentum lebaran haraga kebutuhan pokok merangkak naik. Diprediksi euforia mudik tahun ini pun redup dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hal itu dibenarkan oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan penurunan mudik berkaitan dengan ekonomi, saat ini kondisi ekonomi sedang lesu daya daya beli masyarakat rendah. Hal itu, berdampak pada anjloknya proyeksi jumlah pemudik Lebaran tahun ini. "Penurunan jumlah pemudik karena daya beli masyarakat yang melemah," ujar Eko.
Masyarakat membutuhkan biaya besar, tidak hanya untuk perjalanan, tetapi juga untuk keperluan selama di kampung halaman, terutama saat Lebaran. Meskipun, ada potongan tarif tol dan diskon tiket pesawat, daya beli masyarakat yang melemah membuat masyarakat berpikir dua kali atau membatalkan perjalanan mudik mereka. "Walaupun ada diskon tarif tiket, namun masalah utamanya adalah daya beli yang turun. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak jadi pulang kampung," ucapnya.
Terpisah, Pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta Achmad Nur Hidayat berpendapat, penurunan jumlah pemudik tidak hanya mencerminkan perubahan pola mobilitas masyarakat, tetapi juga menjadi sinyal gejolak ekonomi nasional.
Masyarakat, katanya, cenderung menunda belanja karena ekspektasi harga bahan pangan dan tiket perjalanan yang tinggi. Dus, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga ada kehati-hatian dalam mengeluarkan konsumsi. "Proyeksi penurunan jumlah pemudik ini menguatkan indikasi pelemahan ekonomi sedang terjadi. Di mana daya beli masyarakat tertekan oleh biaya hidup yang naik, serta ketidakpastian lapangan kerja," jelas Achmad.
Di sisi lain, dengan penurunan 24% pemudik, aliran uang yang biasanya mengalir ke pembelian tiket, konsumsi di jalan, belanja kebutuhan Lebaran, dan tunjangan hari raya (THR) diprediksi menyusut signifikan.
Berdasarkan catatan Achmad, setiap pemudik diperkirakan mengeluarkan rata-rata Rp2-5 juta selama mudik. Jika 46,5 juta orang tidak mudik, potensi kontraksi peredaran uang bisa mencapai Rp93–232 triliun. Sektor informal seperti pedagang kaki lima di terminal atau pasar tradisional di daerah tujuan mudik akan merasakan dampak terbesar.
Lebih dari itu, efek multiplier dari belanja Lebaran, seperti peningkatan pendapatan pekerja logistik atau peningkatan permintaan bahan baku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga terancam menipis.
Turunnya jumlah pemudik juga berdampak pada perputaran uang selama Lebaran. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Sarman Simanjorang, menyebutkan bahwa perputaran uang diprediksi turun dari Rp157,3 triliun di 2024 menjadi sekitar Rp137,9 triliun di 2025. "Jika rata-rata satu keluarga membawa Rp3,75 juta untuk keperluan mudik, maka potensi perputaran uang bisa mencapai Rp137,9 triliun. Namun, jika mereka membawa sekitar Rp4 juta, perputaran bisa naik hingga Rp145 triliun," jelas Sarman.
Berdasarkan hasil survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan bersama akademisi, memproyeksikan jumlah pemudik Lebaran 2025 mencapai 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia. Angka itu anjlok 24% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.
Apa Penyebab Penurunan mudik tahun disinyalir ada beberapa kemungkinan yang bisa dianalisis:
1. Kondisi Ekonomi Tahun 2025 masih menjadi tantangan bagi banyak masyarakat. Jika ekonomi masih dalam tahap pemulihan, masyarakat cenderung lebih hemat dan memilih tidak mudik.
2. Biaya Transportasi yang Meningkat Jika harga tiket transportasi (pesawat, kereta, bus) naik signifikan, bisa jadi banyak orang memilih menunda atau bahkan membatalkan rencana mudik mereka.
3. Kemacetan yang Kian Parah Mudik identik dengan kemacetan parah. Banyak orang mungkin mulai mempertimbangkan alternatif seperti liburan ke tempat lain atau tetap di kota asal.
4. Tren Work from Anywhere (WFA) Dengan semakin fleksibelnya sistem kerja, bisa jadi orang lebih memilih pulang kampung sebelum atau sesudah puncak arus mudik untuk menghindari keramaian.
Copyright © onPres. All Rights Reserved