Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada awal perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) awal pekan ini. HSG terpantau anjlok 6,12 persen atau 395,86 poin ke level 6.076,08 pada penutupan perdagangan sesi I, Selasa IHSG terpantau anjlok 6,12 persen atau 395,86 poin ke level 6.076,08 pada penutupan perdagangan sesi I, Selasa.
Secara otomatis rupiah juga ikut turun berada pada level Rp 16.410,5 per dollar AS atau melemah 4,5 poin (0,03 persen) dibanding penutupan pada Senin (17/3/2025) Rp 16.406 per dollar AS. Dan rupiah kembali melemah hingga pukul 09.00 WIB pada Rabu (19/3/2025), nilai tukar rupiah terlemah se-Asia. Rupiah di pasar spot terjun bebas pada awal perdagangan hari ini. Rabu (19/3/2025), dimn rupiah spot dibuka di level Rp 16.515 per dolar Amerika Serikat (AS).
Indikasi-indikasi pasar keuangan yang tidak baik-baik saja dalam pekan ini tentu saja jadi sinyal bahwa ekonomi Indonesia tidak dalam kondisi baik-baik saja. Butuh peran serta ekstra pemerintah untuk mengembalikan mengembalikan kepercayaan pasar keuangan agar ekenomi kembali bergairah. Karena kita semua tentu saja tidak mau Indonesia masuk ke dalam jurang krisis seperti tahun 1998 silam.
Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyebut DPR RI terus memantau indikator ekonomi dan non-ekonomi, seperti indeks demokrasi dan indeks persepsi korupsi, yang mempengaruhi kepercayaan pasar. Hal ini merespon atas beredarnya berita terkait anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang memicu kekhawatiran pelaku pasar.
Ia menekankan bahwa meskipun ekonomi nasional lebih kuat, tetap diperlukan kewaspadaan terhadap berbagai risiko yang mungkin muncul. “Kami berkomitmen memastikan kedua indeks ini mengalami perbaikan selama periode pemerintahan saat ini. Satu hal yang pasti, anjloknya IHSG baru-baru ini masih dalam kendali mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI. Pelaku pasar dan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap prospek ekonomi Indonesia di 2025,” ucap kata Adies dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (21/3/2025)
Adies menambahkan masih banyak kebijakan yang layak menjadi perhatian pasar. Sebut saja, misalnya pendirian Bullion Bank, hilirisasi dan industrialisasi, program tiga juta rumah, serta program Makan Bergizi Gratis (MBG). Meski demikian, Adies mengakui, bahwa program serta kebijakan yang secara teknokratis sangat baik tersebut belum mampu dikonversi menjadi sentimen positif yang optimal di pasar. “Semua kebijakan tersebut tidak hanya akan semakin memperkuat fundamental ekonomi nasional, namun juga berpotensi mengakselerasi pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen sesuai target Presiden. Ini disebabkan salah satunya oleh keterpaduan antar instansi dalam komunikasi dan narasi publik yang perlu ditingkatkan lebih lanjut. Dan tentunya, pasar juga masih menantikan informasi tentang progres konkret atas implementasi program-program peningkatan kapasitas ekonomi nasional yang diharapkan dapat berjalan efektif, efisien dan akuntabel,” terangnya.
Dengan kondisi tersebut, Adies memastikan DPR akan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan utamanya kebijakan fiskal 2025 ini. Beberapa langkah krusial telah dilaksanakan, antara lain mendorong Direktorat Jenderal Pajak untuk menunda implementasi aplikasi Coretax secara penuh. “Sebagai gantinya, wajib pajak masih dapat menggunakan aplikasi-aplikasi perpajakan eksisting hingga Coretax benar-benar siap pakai,” imbuh Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
DPR juga akan terus memantau perkembangan indikator-indikator ekonomi maupun non-ekonomi yang relevan. Faktor non-ekonomi yang berdampak pada kepercayaan pasar antara lain yang berkaitan dengan indeks demokrasi dan indeks persepsi korupsi. “DPR berkomitmen untuk mengawal agar kedua indeks tersebut dapat meningkat dalam periode pemerintahan ini,” ungkapnya..
Adies juga merasa meskipun fundamental ekonomi nasional saat ini lebih kuat dibanding masa pandemi, Indonesia tidak boleh lengah mengantisipasi setiap risiko yang mungkin terjadi. “Satu hal yang pasti, anjloknya IHSG belakangan ini masih dalam jangkauan mitigasi risiko yang dilakukan Pemerintah maupun DPR RI. Pelaku pasar dan masyarakat secara umum tidak perlu ragu ataupun risau atas prospek ekonomi Indonesia tahun 2025 ini,” pungkas Adies.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip), Wahyu Widodo, menyampaikan IHSG anjlok turut memengaruhi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. "Tentunya otomatis akan sejalan. Dengan kondisi IHSG anjlok, rupiah akan melemah," ujarnya.
Menurut Wahyu Widodo, cukup sulit menentukan penyebab pasti anjloknya IHSG yang terjadi pada Selasa. Kendati demikian, kata dia, ada beberapa hal yang menjadi indikasi kuat di balik anjloknya IHSG jika dilihat dari aspek fundamental ekonomi dan kelembagaan. Apa saja?
Ia meyakini, anjloknya IHSG bukan sebuah proses sesaat yang dapat terjadi sewaktu-waktu (insidental). Menurutnya, IHSG yang mengalami penurunan signifikan memiliki faktor pemicu yang bersifat campuran dan akumulatif. "Terutama dari kondisi perekonomian, politik, dan kelembagaan akhir-akhir ini," jelas Wahyu.
Investor sebagai pelaku pasar bagaimanapun akan bersikap rasional dan butuh kepastian. Ia menyebut, respons negatif pasar terhadap ketidakpastian perekonomian, politik, dan kelembagaan pada akhirnya memberikan efek psikologis menjadi dominan pada penurunan IHSG yang cepat dan drastis.
Wahyu mengatakan, penerimaan pajak yang turun dan terjadi defisit anggaran juga menjadi salah satu faktor menurunnya IHSG. Kedua hal tersebut memicu tekanan yang muncul ketika realisasi fiskal di luar ekspektasi. "Pada akhirnya dua lembaga internasional Goldman Sachs dan Morgan Stanley mengoreksi rating pasar saham Indonesia," papar Wahyu.
Tentu saja, lanjutnya, kondisi itu menjadi tekanan tersendiri mengingat investor sangat mempertimbangkan hal tersebut. Sehingga efek yang muncul adalah foreign capital outflow atau arus keluar dana asing yang tercatat melakukan net sell sebesar Rp 2,49 triliun. Soliditas pemerintahan Faktor ketiga, menurut Wahyu, adalah adanya potensi country risk, yakni risiko yang dihadapi negara akibat perubahan ekonomi atau politik negara lain. Dari sisi kelembagaan, terdapat banyak kejadian yang semakin meningkatkan ketidakpastian dan potensi country risk. "Salah satunya tentu soliditas pemerintahan saat ini di mana Menkeu (Sri Mulyani) diisukan akan mengundurkan diri. Kita tahu bersama dalam dua pemerintahan terakhir, Menkeu menjadi ikon penjaga stabilitas dan sustainabilitas fiskal," jelasnya.
Jika Sri Mulyani benar-benar mundur, Wahyu memandang ada sesuatu yang tidak ideal dalam pemerintahan. Aspek kelembagaan lain, menurut Wahyu, ada pembentukan Danantara yang ikut mengganggu konfiden pasar. "Pembentukan Danantara cenderung direspon negatif dan beberapa kasus korupsi besar yang melibatkan BUMN," tandasnya.
Copyright © onPres. All Rights Reserved