Jakarta - Langkah efisiensi anggaran yang diambil oleh Presiden RI Prabowo Subianto dinilai sudah sangat tepat sebagai upaya pencegahan pemborosan APBN dan tidak dikorupsi.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah mengatakan selama ini ada Aparatur Sipil Negara (ASN) nakal menggunakan APBN untuk kegiatan yang tidak penting. Ia pun menganggap Prabowo layak menyampaikan ke publik bahwa ada pihak yang melawan kebijakan efisiensi anggaran. Adapun ucapan Prabowo itu tepat ditujukan kepada ASN atau pejabat negara yang kerap menyalahgunakan APBN. “Itu untuk mereka yang ASN-ASN yang suka korup, pejabat yang suka korup. Itu kan banyak tuh ya menikmati tadi, menikmati dari (pajak). Anda sama saya nggak menikmati apa-apa. Bayar-bayar doang,” kata Trubus.
Alhasil Prabowo dinilai sudah tepat untuk efisiensi anggaran agar tidak
ada kebocoran dan tepat sasaran untuk penggunaannya. “Jadi nggak boleh APBN itu
digunakan untuk jalan-jalan. Studi banding, terus kajian-kajian, FGD-FGD. Itu
maksudnya,” kata Trubus menambahkan.
Ia berpendapat bahwa kebijakan efisiensi anggaran tersebut tidak akan
menimbulkan masalah terhadap pelayanan publik. Namun, kebijakan itu ditakuti
oleh pihak-pihak yang selama ini kerap melakukan korupsi APBN. “Nah sebenarnya
kita kalau pelayanan publik itu, itu bisa menggunakan namanya SPBE. Kita kan
SPBE, SPBE itu Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Pakai aplikasi digital.
Jadi layanan itu nggak terpengaruh,” bebernya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (FITRA) Misbah Hasan sebut ada aspek ketidakadilan pada penerapan
efisiensi anggaran kementerian yang dilakukan pemeritahan Prabowo Subianto.
“Ada aspek ketidakadilan (dalam kementerian) di dalam proses efisiensi
anggaran,” ucap Misbah.
Misbah menuturkan, seharusnya efisiensi tidak hanya dilakukan kepada
sejumlah kementerian tetapi pada seluruh kementerian.“Kalau kami hitung sebenarnya
secara keseluruhan dari Rp3.000 sekian triliun total anggaran untuk pemerintah
pusat, itu efisiensinya 8%, totalnya. Jadi ini yang seharusnya juga dijadikan
sebagai patokan untuk melakukan efisiensi kepada seluruh kementerian,” kata
Misbah.
“Jadi bukan hanya pada kementerian PU, Kemendikti Saintek, Kemenkes,
Kemenhub dan seterusnya itu,” lanjutnya.
Sebab menurut Misbah, Kementerian PU yang mengalami efisensi hingga 73
persen juga punya skala prioritas dalam membangun Indonesia.“Kementerian PU
harus melakukan skala prioritas yang luar biasa ya, sementara kan gaji pegawai
mereka kan cukup banyak, jadi mungkin nanti ketika kita bandingkan antara gaji
pegawai dengan program kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh PU, ini kan
tinggal sekitar Rp20 triliun. Artinya berimbas ke kinerja dari PU itu sendiri,”
katanya.
Sedangkan, Peneliti Next Policy, Shofie Azzahrah, mengatakan efisesni
anggaran dapat menimbulkan ketidakstabilan jika ada gangguan terhadap layanan
publik imbas dari pemangkasan anggaran.
Kementerian dan lembaga yang tidak terdampak pemotongan anggaran adalah
Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kementerian
Pertahanan, Polri, BNN, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Badan Gizi
Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, dan Kementerian
Pariwisata. “Pemangkasan anggaran yang hanya fokus di lembaga selain
lembaga-lembaga ini berpotensi menciptakan ketidakstabilan di tingkat masyarakat,”
kata Shofie.
Menurut dia, ada potensi meningkatnya protes dari masyarakat jika kualitas layanan publik dirasakan menurun atau beban ekonomi bertambah akibat pemangkasan anggaran. “Ini bisa menjadi ancaman tersendiri terhadap stabilitas sosial dan ekonomi,” ujarnya.
Seperti diketahui, Prabowo telah meminta berbagai
kementerian/lembaga untuk melakukan efisiensi anggaran, melalui Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Inpres itu dikeluarkan Prabowo pada
22 Januari 2025.
Copyright © onPres. All Rights Reserved