Logo onPers

Menunggu KPK Bongkar Mega Proyek Coretax

Minggu, 02 Februari 2025

Jakarta - Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) resmi melaporkan dugaan korupsi dalam mega proyek aplikasi sistem administrasi pajak Coretax ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 23 Januari 2025. Pelaporan ini atas dasar proyek pembangunan aplikasi tersebut menelan anggaran fantastis lebih dari Rp1,3 triliun kendati demikian tidak berfungsi optimal dan menuai banyak masalah (eror). Pihak IWPI masih menunggu respon dari KPK sampai 3 bulan ke depan.  “Hari ini kami melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaran Rp1,3 triliun lebih,” ujar Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan.

 

Rinto sendiri menjelaskan laporan yang disampaikan ke KPK telah dilengkapi dengan sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan Coretax yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) pada periode anggaran 2020–2024. “Tadi diterima di Dumas II, kami menyerahkan laporan 1 bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan aplikasi Coretax,” tambahnya.

 

IWPI telah menyiapkan empat alat bukti untuk mendukung laporan tersebut. Bukti pertama adalah dokumen resmi, seperti surat, pengumuman tender, dan Keputusan Dirjen Pajak. Kedua, bukti berupa petunjuk, termasuk pemberitaan media massa terkait permasalahan Coretax, serta tangkapan layar yang menunjukkan error dan kendala pada aplikasi. “Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi Coretax error dan kendala-kendala terkait penggunaan aplikasi Coretax yang telah dilaporkan oleh wajib pajak kepada IWPI,” ungkapnya.

 

Bukti ketiga dan keempat yang telah disiapkan IWPI adalah saksi serta ahli yang siap dihadirkan jika diperlukan oleh KPK. Rinto juga mengungkapkan bahwa indikasi awal terjadinya korupsi terletak pada berbagai fitur aplikasi senilai lebih dari Rp1,3 triliun ini yang tidak berfungsi maksimal. Aplikasi Coretax diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025, namun masih banyak ditemukan malfungsi. “Sampai saat ini banyak anggota kami dari IWPI, dari wajib pajak di seluruh Indonesia masih menemukan banyaknya malfungsi aplikasi Coretax ini,” tandasnya.

 

Persoalan semakin pelik setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025, yang memperbolehkan 790 pajak tertentu tetap menggunakan sistem lama karena Coretax dinilai bermasalah. “Kalau Coretax ini canggih, seharusnya 790 ini justru memakai Coretax, sedangkan wajib pajak yang dianggap kecil-kecil bisa menggunakan aplikasi lama,” tambahnya.

 

Senada, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak KPK agar membongkar kasus dugaan korupsi proyek aplikasi pajak Coretax yang telah dilaporkan IWPI.

 

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman merasa heran dengan megaproyek Coretax di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) senilai Rp1,3 triliun yang diselimuti sederet masalah."Masak membuat aplikasi Coretax yang biayanya besar, tapi banyak masalah. Sering eror. Ini harus dibongkar musababnya. Menyangkut uang negara jangan main-main," kata Boy.

 

Sampai dengan saat ini, IWPI dan MAKI menunggu pergerakan KPK dalam membongkar laporan dugaan korupsi Coretax maksimal 3 bulan. "Kami bersama Mas Boyamin selaku koordinator pendiri MAKI menyatakan bahwa laporan dugaan korupsi terkait aplikasi Coretax seharusnya menjalani proses telaah selama 30 hari. Namun, biasanya telaah dari KPK dapat molor hingga tiga bulan," kata Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan.

 

Jika dalam tiga bulan, KPK tak menunjukkan keseriusan alam membongkar dugaan korupsi proyek Coretax senilai Rp1,3 triliun, MAKI bersama IWPI sepakat untuk mengajukan gugatan praperadilan.

 

Penting diketahui, bahwa proyek Coretax yang digadang-gadang sebagai sistem perpajakan modern justru menuai banyak keluhan dari para wajib pajak.

 

Sistem yang dikembangkan dengan dana besar ini dilaporkan memiliki banyak bug yang menghambat kelancaran administrasi perpajakan.

 

Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025, wajib pajak mengalami kesulitan mengakses layanan, menghadapi respons sistem yang lamban, hingga error yang mengganggu aktivitas dunia usaha.

 

Keluhan ini semakin memperburuk citra proyek Coretax, yang diketahui pemenang tender pengadaan sistem Coretax adalah LG CNS, yang sebelumnya sempat bersengketa terkait paten.

 

Akui Hadapi Tantangan

 

Pihak Kementerian Keuangan sendiri mengakui pelaksanaan dan implementasi Coretax sebagai sebuah sistem perpajakan yang baru, tidak dapat dipungkiri masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi.

 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa tantangan yang harus dihadapi itu merupakan bagian dari perjalanan membangun sistem perpajakan yang lebih terintegrasi, efisien, dan akuntabel. "Kepada seluruh Wajib Pajak  (WP), saya mengucapkan maaf dan terima kasih atas pengertian dan masukan yang diberikan selama masa transisi ini," terang Menkeu.

 

Menkeu juga menegaskan bahwa jajarannya terus berupaya melakukan perbaikan sehingga segala kendala yang dihadapi dapat segera teratasi. Menkeu berharap para WP terus memberikan dukungan dan masukannya dalam upaya untuk melakukan penyempurnaan sistem Coretax ini. "Kepada seluruh jajaran Ditjen Pajak terkhusus rekan-rekan yang berada di garda terdepan, saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas dedikasi yang diberikan," kata Menkeu.

 

Menkeu sekaligus meminta kepada para jajarannya untuk tetap memberikan pelayanan terbaik dan lebih proaktif dalam mengatasi berbagai tantangan yang muncul. Menkeu juga mengingatkan bahwa tugas para jajaran Ditjen Pajak adalah melayani masyarakat dengan sepenuh hati, sekaligus menjadikan sistem perpajakan Coretax sebagai fondasi kokoh bagi pembangunan bangsa.