Logo onPers

Pembenahan Program Makan Bergizi

Jumat, 10 Januari 2025

Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang resmi diluncurkan pemerintah pada hari senin 6 Januari 2025. Program tersebut mendapat apresiasi positif dari berbagai kalangan. Hanya saja ada juga yang memberikan saran akan program tersebut. Agar lebih efektif dan sesuai tujuan program.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, arah kebijakan ini sudah tepat dalam upaya mengatasi stunting, kemiskinan ekstrem, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. "Melihat arah kebijakannya ini sudah baik, yaitu untuk mengatasi stunting, kemiskinan ekstrem, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat," kata Trubus. 

Namun, ia menilai pelaksanaan program ini masih bersifat bertahap dan membutuhkan pembenahan dalam tata kelolanya.

Saat ini, program tersebut baru diterapkan di 190 titik, dengan fokus utama pada siswa PAUD, TK, SD, SMP, dan SMA di sekolah negeri. "Pelaksanaannya masih bertahap dan perlu pembenahan terhadap tata kelola karena ini baru 190 titik. Belum menyangkut bagaimana SOP-nya, kemudian peraturan teknis, baik petunjuk pelaksanaan, juga belum matang, terutama karena berada di daerah," ujarnya. 

Lebih lanjut, Trubus menyoroti sekolah swasta yang belum banyak terakomodasi dalam program ini.

Menurutnya ini menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan agar program MBG dapat dirasakan secara lebih merata oleh semua lapisan masyarakat. "Pada hari pelaksanaan pertama, program ini baru untuk sekolah-sekolah negeri, sementara sekolah swasta belum banyak terjangkau. Ini masih bertahap," tambahnya.

Trubus berharap pemerintah dapat segera menyempurnakan aturan teknis dan memperluas cakupan program ini agar manfaatnya dapat dirasakan lebih luas oleh masyarakat. "Program Makan Bergizi Gratis ini diharapkan mampu menjadi salah satu solusi konkret dalam menekan angka stunting dan kemiskinan ekstrem, sekaligus mendukung generasi muda yang lebih sehat dan berkualitas di masa depan,"terangnya. 

Pada kesempatan berebda, Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut dengan berbagai elemen yang melibatkan militer, logistik, dan lokasi, muncul pertanyaan mengenai apakah program ini cukup transparan dan sesuai dengan prinsip akuntabilitas yang diharapkan masyarakat.

“Peran Kodim dan tentara dalam program ini juga menimbulkan kritik, karena tupoksi utama mereka adalah pertahanan dan keamanan, bukan penyediaan makanan bergizi. Apakah keterlibatan militer dalam pengelolaan dapur SPPG menunjukkan upaya kodimisasi dalam program ini,” ujar Achmad.

Selain itu, Achmad juga menyoroti peran kementerian lain seperti kementerian Sosial, Badan Pangan Nasional, dan kementerian terkait lainnya dalam pelaksanaan program MBG ini.

Menurutnya, peran para Kementerian tampak kurang menonjol dalam pelaksanaan MBG.  “Padahal, mereka memiliki keahlian teknis dan infrastruktur yang lebih relevan untuk memastikan keberhasilan program,” terangnya. “Ketidakseimbangan ini memunculkan pertanyaan tentang koordinasi antarlembaga pemerintah dan apakah pengalihan tanggung jawab ke militer merupakan langkah yang tepat,” jelas Achmad.

Salah satu masalah utama dalam implementasi program ini adalah distribusi lokasi dapur SPPG yang tidak merata.

Menurut Achmad, ketimpangan ini dapat menyebabkan ketidakadilan akses bagi masyarakat di daerah dengan infrastruktur yang kurang berkembang. “Jawa Barat, misalnya, memiliki 58 lokasi, sementara beberapa provinsi lain seperti Bali, Gorontalo, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara masing-masing hanya memiliki satu lokasi. “Kesenjangan distribusi ini juga mengindikasikan bahwa pemerintah mungkin kurang mempertimbangkan kebutuhan gizi di setiap daerah secara spesifik,” tandasnya.