Logo onPers

Pusaran Korupsi Mantan Penghuni Istana

Selasa, 14 Januari 2025

 

Jakarta - Memasuki hari-hari purna tugas, pasca mengemban jabatan Presiden Republik Indonesia (RI) ke 7, nampaknya Jokowi dan keluarga belum bisa menjalankan harinya dengan lega. Pasalnya, serangan terhadap dirinya bersama keluarganya kerap hinggap bertubi-tubi dari masalah personal sampai dengan masalah-masalah korupsi baik yang baru maupun kasus-kasus lama yang sudah di laporkan ke KKP. Kendati demikian, sampai dengan saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat santai menerima laporan-laporan itu tanpa ada tindakan atau proses kelanjutan. Ada apakah ini? sehingga kasus-kasus pusaran korupsi di lingkaran mantan penghuni istana bak sampah di derasnya air sungai, lewat hilang ditelan arus.

 

Pengamat Politik alumni ITB Bandung yang juga Direktur Gerakan Perubahan Muslim Arbi mengatakan, Kesan bahwa KPK sudah menjadi lembaga hukum yang melayani kepentingan mantan Presiden Jokowi dan keluarga sangat kental. Beberapa tindakan badan anti rasuah itu sangat kentara mengamankan dan melindung orang yang disebut OCCRP sebagai Presiden yang terkorup di dunia itu. “Kesan kuat itu barangkali dikarenakan KPK periode saat ini dibentuk oleh Jokowi di sisa masa jabatannya sebagai Presiden. Padahal UU mengamanatkan seorang Presiden hanya boleh  sekali membentuk KPK di masa jabatannya. Dalam periode 20219-2023, Jokowi menetapkan pimpinan KPK hinga dua kali,” ujarnya.

 

Ditekankan oleh pengamat yang aktif menulis itu, di sisa umur kekuasaannya, Jokowi masih cawe-cawe meresmikan pembentukan pansel KPK dan komisioner KPK baru terbentuk. Padahal pembentukan Pansel KPK ini seharusnya dilakukan oleh Prabowo yang telah definitif sebagai Presiden sejak 20 Oktober 2024. “Oleh karenanya Pimpinan KPK saat ini tidak sah dan ilegal. Pembentukannya melanggar UU KPK baik UU KPK no 30/2002 maupun UU KPK no 19 tahun 2019. Akibatnya, segala aktifitas KPK sekarang ini  adalah tidak legal dan tidak sah karena melawan hukum dan UU sampai terbentuknya KPK baru oleh Presiden Prabowo,” tegas pria asal Ternate Maluku Utara itu.

 

KPK saat ini terkesan sangat gigih membela Jokowi, keluarga dan kroninya. Rakyat tidak lagi merasa  heran sebab  perilaku korup dan sering melanggar UU sudah menjadi tabiat Joko Widodo. Dia dengan culas memanfaatkan segala wewenang yang dimiliki saat berkuasa untuk terutama melindungi diri, keluarga dan kroninya.

 

Dia memberikan contoh, saat anaknya Gibran dan Kaesang serta menantu Bobby dilaporkan ke KPK atas dugaan tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang, lembaga anti rasuah itu tidak bergeming mengusutnya. Semua laporan masyarakat tentang ulah dan tindakan keluarga itu yang dirasakan melanggar hukum, tidak diproses hanya menumpuk di lemari pengaduan komisi itu. “Bagaimana mau mengusutnya? Wong memanggil anak dan mantu jokowi untuk didengar keterangannya sesuai laporan atau pemberitaan saja tidak berani dilakukan. KPK tak berdaya. Artinya KPK tidak berani bertindak terhadap laporan masyarakat atas dugaan kejahatan Jokowi, anak-menantu dan kroninya.

 

Laporan ke KPK

 

Dia memberi contoh, dosen UNJ Jakarta Ubaidillah Badrun telah berkali-kali melaporkan kasus dugaan gratifikasi saham Rp 100 miliar yang ditengarai melibatkan Gibran dan Kaesang sejak 2022, 2024 sampai 2025. Semuanya tidak digubris. Padahal atas laporan itulah Ubed, panggilan Ubaidillah, sudah dimintai keterangannya oleh KPK. Jadi laporan itu hanya berhenti di sana.

 

Contoh lain, tambahnya, pemberitaan OCCRP atas kejahatan Korupsi dan pelanggaran HAM yang dilakukan Jokowi juga tidak ada reaksi KPK. Padahal laporan itu tidak main-main karena menempatkan Jokowi berada pada urutan ke-3 sebagai koruptor di dunia setelah mantan Presiden Suriah Basyar Assad. Malah sebaliknya KPK  cenderung membela Jokowi. “Pembelaan KPK terhadap Jokowi, anak dan menantunya itu bikin publik bingung. Kenapa? Kok  bisa KPK saat ini berperan seperti Lembaga Bantuan Hukum atau advokat bagi Jokowi dan keluarganya? Benar-benar KPK sudah menjungkirbalikkan logika dan pandangan hukum jika berhadapan dengan Jokowi. Aneh dan ajaib,” tambahnya heran.

 

Tindakan KPK itu, tambahnya, sudah  menyimpang jauh dari semangat Reformasi tahun  1998  dan tujuan KPK didirikan di mana semangat anti KKN merupakan latar belakang dan penyebab dari berdirinya. Ternyata sekarang jauh panggang dari api. Tindakan KPK itu merupakan pengkhianatan kepada  Rakyat dan negara.

 

Dia menduga, barangkali dengan tumpukan kasus dan masalah yang dibuat selama 10 tahun berkuasa, Jokowi dan keluarga dihantui rasa cemas dan ketakutan akan dipenjara sehingga, apa pun cara dan siasat dilakukan untuk melindungi keluarga dan dirinya. KPK sendiri terlihat jelas melindungi Jokowi walaupun laporan dan pengaduan tentang keluarga itu sangat banyak dan disertai bukti-bukti lengkap dan akurat.

 

Jika demikian yang terkonfirmasi, tambahnya,  bahwa KPK  mengistimewakan Jokowi dan keluarganya atas laporan publik dan pemberitaan media, maka tidak ada lain yang harus dilakukan Presiden Prabowo. Dia perlu segera membentuk KPK yang sah dan punya integritas untuk berantas KKN yang semakin ganas di negeri ini. “Presiden harus segera menggantikan pimpinan KPK dengan yang baru. Sebab Probowo sudah bicara keras untuk melawan korupsi. Ini harus dilakukan terhadap Jokowi. Jangan ada kesan dia hanya omon-omon doang, tetapi tidak berani bersikap tegas atas dugaan korupsi yang dilakukan Jokowi dan keluarganya,” tegasnya.

 

Belum lama ini juga, ramai berita Putra Jokowi, Kaesang Pangarep yang dilaporkan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun ke KPK.

 

Saat itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan laporan terhadap Kaesang itu tengah ditelaah Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan (PLPM). "Kita tunggu saja, kan ada dua laporan, dan itu sudah diterima PLPM dan PLPM sudah menindaklanjuti, menelaah," kata Alex.

Ia mengatakan tidak semua laporan yang telah ditelaah PLPM diteruskan kepada Direktorat Penindakan. Oleh karenanya, ia meminta semua pihak menunggu proses penelahaan tersebut. "Tidak semuanya atau harus disampaikan ke Direktorat Penindakan, ada yang Direktorat Korsup, ada yang Direktorat Pencegahan, tergantung nanti persoalan gimana. Makanya kita tunggu saja," ujarnya.

 

KPK juga sudah menerima laporan dari masyarakat menyeret Wali Kota Medan yang juga menantu Jokowi, Bobby Nasution. Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan salah satu laporan tersebut mengenai dugaan gratifikasi berupa penggunaan fasilitas pesawat jet pribadi yang beberapa hari terakhir ramai di media sosial. "Kalau (laporan) per kapan saya tidak bisa buka, tapi informasi yang kami dapatkan ada," ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat.

 

Juru bicara berlatar belakang pensiunan Polri ini mengatakan laporan mengenai jet pribadi telah dilimpahkan tim Direktorat Gratifikasi ke Direktorat PLPM. "Ya per hari ini saya mendapatkan informasi bahwa penanganan dugaan gratifikasi saudara BN [Bobby Nasution] itu sudah difokuskan dan dilakukan di Direktorat PLPM juga," tutur dia.

 

Sebelumnya lagi, giliran nama menantu Jokowi Bobby Nasution yang menjadi sorotan, diduga terlibat dalam kasus penyelundupan ekspor biji nikel.

Dugaan Bobby Nasution melakukan penyelundupan ekspor biji nikel ini berawal dari Almarhum Ekonom Senior Faisal Basri yang mengungkap dalam sebuah podcastnya bersama Guru Gembul.

 

Kepada Guru Gembul, Faisal Basri mengatakan bahwa ada petinggi negara yang melakukan penyelundupan ekspor biji nikel. Hal ini lantaran permintaan di luar negeri tinggi, namun hal tersebut dilarang, seperti narkoba. "Kalo dilarang, permintaan di luar negeri ada, ada yang nyelundup,"

 

Saat itu, Faisal Basri tak segan membeberkan dua nama yang memiliki jabatan tinggi di Indonesia. "Yang nyelundup itu petinggi-petinggi. Airlangga Hartarto misalnya. Menantunya pak Jokowi, Bobby Nasution," beber Faisal Basri, di SketsaNusantara.id dari kanal Youtube Guru Gembul.

Atas apa yang terjadi sepanjang memimpin selama 10 tahun ini pun yang terbaru Jokoei mendapat perhatian dunia. Itu karena, Organisasi jaringan wartawan investigasi global, Organized Crime dan Corruption Reporting Project (OCCRP), yang berpusat di Amsterdam, Belanda, menobatkannya Jokowi sebagai satu dari empat presiden korup 2024.

 

Respon Santai

 

Menghadapi itu semua, Presiden ke-7 Republik Indonesia Jokowi menanggapi santai tuntutan sejumlah elemen masyarakat sipil yang menuntut agar laporan terhadap dirinya ke KPK diusut.

 

Sejumlah akademisi dan aktivis yang tergabung dalam Nurani ’98 kembali mendatangi Gedung Merah Putih KPK di Jakarta pada Selasa (7/1/2025). Mereka meminta KPK menindaklanjuti laporan yang sebelumnya disampaikan pada 2022 dan 2024 terkait dugaan korupsi, kolusi, nepotisme, serta pencucian uang oleh Presiden Joko Widodo dan keluarganya.

 

Menanggapi laporan tersebut, Jokowi mempersilakan siapa saja yang ingin melaporkannya. "Ya enggak apa-apa, kan boleh-boleh saja siapa pun," ujar Jokowi.

 

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku sudah sering dilaporkan ke KPK. "Ya dilaporkan ke KPK, enggak sekali dua kali," ujarnya lagi.