Jakarta - Memasuki hari-hari purna tugas, pasca mengemban jabatan
Presiden Republik Indonesia (RI) ke 7, nampaknya Jokowi dan keluarga belum bisa
menjalankan harinya dengan lega. Pasalnya, serangan terhadap dirinya bersama
keluarganya kerap hinggap bertubi-tubi dari masalah personal sampai dengan
masalah-masalah korupsi baik yang baru maupun kasus-kasus lama yang sudah di
laporkan ke KKP. Kendati demikian, sampai dengan saat ini Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) terlihat santai menerima laporan-laporan itu tanpa ada tindakan
atau proses kelanjutan. Ada apakah ini? sehingga kasus-kasus pusaran korupsi di
lingkaran mantan penghuni istana bak sampah di derasnya air sungai, lewat
hilang ditelan arus.
Pengamat Politik alumni ITB Bandung yang juga Direktur Gerakan
Perubahan Muslim Arbi mengatakan, Kesan bahwa KPK sudah menjadi lembaga hukum
yang melayani kepentingan mantan Presiden Jokowi dan keluarga sangat kental.
Beberapa tindakan badan anti rasuah itu sangat kentara mengamankan dan
melindung orang yang disebut OCCRP sebagai Presiden yang terkorup di dunia itu.
“Kesan kuat itu barangkali dikarenakan KPK periode saat ini dibentuk oleh
Jokowi di sisa masa jabatannya sebagai Presiden. Padahal UU mengamanatkan
seorang Presiden hanya boleh sekali
membentuk KPK di masa jabatannya. Dalam periode 20219-2023, Jokowi menetapkan
pimpinan KPK hinga dua kali,” ujarnya.
Ditekankan oleh pengamat yang aktif menulis itu, di sisa umur
kekuasaannya, Jokowi masih cawe-cawe meresmikan pembentukan pansel KPK dan
komisioner KPK baru terbentuk. Padahal pembentukan Pansel KPK ini seharusnya
dilakukan oleh Prabowo yang telah definitif sebagai Presiden sejak 20 Oktober
2024. “Oleh karenanya Pimpinan KPK saat ini tidak sah dan ilegal.
Pembentukannya melanggar UU KPK baik UU KPK no 30/2002 maupun UU KPK no 19
tahun 2019. Akibatnya, segala aktifitas KPK sekarang ini adalah tidak legal dan tidak sah karena
melawan hukum dan UU sampai terbentuknya KPK baru oleh Presiden Prabowo,” tegas
pria asal Ternate Maluku Utara itu.
KPK saat ini terkesan sangat gigih membela Jokowi, keluarga dan
kroninya. Rakyat tidak lagi merasa heran
sebab perilaku korup dan sering
melanggar UU sudah menjadi tabiat Joko Widodo. Dia dengan culas memanfaatkan
segala wewenang yang dimiliki saat berkuasa untuk terutama melindungi diri,
keluarga dan kroninya.
Dia memberikan contoh, saat anaknya Gibran dan Kaesang serta menantu
Bobby dilaporkan ke KPK atas dugaan tindakan korupsi dan penyalahgunaan
wewenang, lembaga anti rasuah itu tidak bergeming mengusutnya. Semua laporan
masyarakat tentang ulah dan tindakan keluarga itu yang dirasakan melanggar hukum,
tidak diproses hanya menumpuk di lemari pengaduan komisi itu. “Bagaimana mau
mengusutnya? Wong memanggil anak dan mantu jokowi untuk didengar keterangannya
sesuai laporan atau pemberitaan saja tidak berani dilakukan. KPK tak berdaya.
Artinya KPK tidak berani bertindak terhadap laporan masyarakat atas dugaan
kejahatan Jokowi, anak-menantu dan kroninya.
Laporan ke KPK
Dia memberi contoh, dosen UNJ Jakarta Ubaidillah Badrun telah
berkali-kali melaporkan kasus dugaan gratifikasi saham Rp 100 miliar yang ditengarai
melibatkan Gibran dan Kaesang sejak 2022, 2024 sampai 2025. Semuanya tidak
digubris. Padahal atas laporan itulah Ubed, panggilan Ubaidillah, sudah
dimintai keterangannya oleh KPK. Jadi laporan itu hanya berhenti di sana.
Contoh lain, tambahnya, pemberitaan OCCRP atas kejahatan Korupsi dan
pelanggaran HAM yang dilakukan Jokowi juga tidak ada reaksi KPK. Padahal
laporan itu tidak main-main karena menempatkan Jokowi berada pada urutan ke-3
sebagai koruptor di dunia setelah mantan Presiden Suriah Basyar Assad. Malah
sebaliknya KPK cenderung membela Jokowi.
“Pembelaan KPK terhadap Jokowi, anak dan menantunya itu bikin publik bingung.
Kenapa? Kok bisa KPK saat ini berperan
seperti Lembaga Bantuan Hukum atau advokat bagi Jokowi dan keluarganya?
Benar-benar KPK sudah menjungkirbalikkan logika dan pandangan hukum jika
berhadapan dengan Jokowi. Aneh dan ajaib,” tambahnya heran.
Tindakan KPK itu, tambahnya, sudah
menyimpang jauh dari semangat Reformasi tahun 1998
dan tujuan KPK didirikan di mana semangat anti KKN merupakan latar
belakang dan penyebab dari berdirinya. Ternyata sekarang jauh panggang dari
api. Tindakan KPK itu merupakan pengkhianatan kepada Rakyat dan negara.
Dia menduga, barangkali dengan tumpukan kasus dan masalah yang dibuat
selama 10 tahun berkuasa, Jokowi dan keluarga dihantui rasa cemas dan ketakutan
akan dipenjara sehingga, apa pun cara dan siasat dilakukan untuk melindungi
keluarga dan dirinya. KPK sendiri terlihat jelas melindungi Jokowi walaupun
laporan dan pengaduan tentang keluarga itu sangat banyak dan disertai
bukti-bukti lengkap dan akurat.
Jika demikian yang terkonfirmasi, tambahnya, bahwa KPK
mengistimewakan Jokowi dan keluarganya atas laporan publik dan
pemberitaan media, maka tidak ada lain yang harus dilakukan Presiden Prabowo.
Dia perlu segera membentuk KPK yang sah dan punya integritas untuk berantas KKN
yang semakin ganas di negeri ini. “Presiden harus segera menggantikan pimpinan
KPK dengan yang baru. Sebab Probowo sudah bicara keras untuk melawan korupsi.
Ini harus dilakukan terhadap Jokowi. Jangan ada kesan dia hanya omon-omon
doang, tetapi tidak berani bersikap tegas atas dugaan korupsi yang dilakukan
Jokowi dan keluarganya,” tegasnya.
Belum lama ini juga, ramai berita Putra Jokowi, Kaesang Pangarep yang
dilaporkan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun ke KPK.
Saat itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan laporan terhadap
Kaesang itu tengah ditelaah Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan (PLPM).
"Kita tunggu saja, kan ada dua laporan, dan itu sudah diterima PLPM dan
PLPM sudah menindaklanjuti, menelaah," kata Alex.
Ia mengatakan tidak semua laporan yang telah ditelaah PLPM diteruskan
kepada Direktorat Penindakan. Oleh karenanya, ia meminta semua pihak menunggu
proses penelahaan tersebut. "Tidak semuanya atau harus disampaikan ke
Direktorat Penindakan, ada yang Direktorat Korsup, ada yang Direktorat
Pencegahan, tergantung nanti persoalan gimana. Makanya kita tunggu saja,"
ujarnya.
KPK juga sudah menerima laporan dari masyarakat menyeret Wali Kota
Medan yang juga menantu Jokowi, Bobby Nasution. Juru Bicara KPK Tessa
Mahardhika Sugiarto mengatakan salah satu laporan tersebut mengenai dugaan gratifikasi
berupa penggunaan fasilitas pesawat jet pribadi yang beberapa hari terakhir
ramai di media sosial. "Kalau (laporan) per kapan saya tidak bisa buka,
tapi informasi yang kami dapatkan ada," ujar Tessa di Gedung Merah Putih
KPK, Jakarta, Jumat.
Juru bicara berlatar belakang pensiunan Polri ini mengatakan laporan
mengenai jet pribadi telah dilimpahkan tim Direktorat Gratifikasi ke Direktorat
PLPM. "Ya per hari ini saya mendapatkan informasi bahwa penanganan dugaan
gratifikasi saudara BN [Bobby Nasution] itu sudah difokuskan dan dilakukan di
Direktorat PLPM juga," tutur dia.
Sebelumnya lagi, giliran nama menantu Jokowi Bobby Nasution yang
menjadi sorotan, diduga terlibat dalam kasus penyelundupan ekspor biji nikel.
Dugaan Bobby Nasution melakukan penyelundupan ekspor biji nikel ini
berawal dari Almarhum Ekonom Senior Faisal Basri yang mengungkap dalam sebuah
podcastnya bersama Guru Gembul.
Kepada Guru Gembul, Faisal Basri mengatakan bahwa ada petinggi negara
yang melakukan penyelundupan ekspor biji nikel. Hal ini lantaran permintaan di
luar negeri tinggi, namun hal tersebut dilarang, seperti narkoba. "Kalo
dilarang, permintaan di luar negeri ada, ada yang nyelundup,"
Saat itu, Faisal Basri tak segan membeberkan dua nama yang memiliki
jabatan tinggi di Indonesia. "Yang nyelundup itu petinggi-petinggi.
Airlangga Hartarto misalnya. Menantunya pak Jokowi, Bobby Nasution," beber
Faisal Basri, di SketsaNusantara.id dari kanal Youtube Guru Gembul.
Atas apa yang terjadi sepanjang memimpin selama 10 tahun ini pun yang
terbaru Jokoei mendapat perhatian dunia. Itu karena, Organisasi jaringan
wartawan investigasi global, Organized Crime dan Corruption Reporting Project
(OCCRP), yang berpusat di Amsterdam, Belanda, menobatkannya Jokowi sebagai satu
dari empat presiden korup 2024.
Respon Santai
Menghadapi itu semua, Presiden ke-7 Republik Indonesia Jokowi
menanggapi santai tuntutan sejumlah elemen masyarakat sipil yang menuntut agar
laporan terhadap dirinya ke KPK diusut.
Sejumlah akademisi dan aktivis yang tergabung dalam Nurani ’98 kembali
mendatangi Gedung Merah Putih KPK di Jakarta pada Selasa (7/1/2025). Mereka
meminta KPK menindaklanjuti laporan yang sebelumnya disampaikan pada 2022 dan
2024 terkait dugaan korupsi, kolusi, nepotisme, serta pencucian uang oleh Presiden
Joko Widodo dan keluarganya.
Menanggapi laporan tersebut, Jokowi mempersilakan siapa saja yang ingin
melaporkannya. "Ya enggak apa-apa, kan boleh-boleh saja siapa pun,"
ujar Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku sudah sering dilaporkan ke KPK.
"Ya dilaporkan ke KPK, enggak sekali dua kali," ujarnya lagi.